Kamis, 12 November 2009

Penentuan adanya vitamin pada suatu bahan

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Seringkali masyarakat mengesampingkan zat gizi mikro, padahal tanpa gizi mikro tubuh kitapun tidak akan stabil sebagaimana lazimnya tubuh yang sehat. Vitamin adalah salah satu dari gizi mikro yang kerap kali dikesampingkan, padahal akibat dari defisiensi vitamin amatlah fatal. Vitamin merupakan bahan makanan bukan penghasil energi, sehingga harus diberikan dalam makanan sehari-hari untuk mendapatkan kesehatan yang optimal.
Meskipun jumlah yang diperlukan sehari-hari relatif kecil, yaitu berkisar antara mikrogram sampai beberapa miligram, namun hal tersebut tetap harus diperhatikan karena manusia hidup tidak hanya dengan gizi makro tetapi juga dengan tambahan gizi mikro, jika kita menganalisis fungsi dari vitamin-vitamin tersebut maka akan lebih memperjelas bahwa vitamin memiliki peran yang sangat penting bagi tubuh kita. Beberapa fungsi vitamin yakni, vitamin A berfungsi mempertahankan struktur dan fungsi jaringan epitel, membantu pertumbuhan dan proses penglihatan. Vitamin D berfungsi meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfor dalam saluran pencernaan, mempunyai peranan penting pada proses klasifikasi, dan berhubungan dengan aktivitas enzim fosfatase alkali di dalam serum. Vitamin B1 berfungsi sebagai koenzim pada reaksi-reaksi metabolisme karbohidrat. Vitamin B6 berfungsi sebagai koenzim pada metabolisme asam amino, diantaranya pada proses-proses dekarboksilasi dan transminasi. Vitamin C berfungsi mempertahankan keadaan zat-zat intersel jaringan cartilago, dentin dan tulang. Setelah menganalisis sedikit dari fungsi beberapa vitamin, dapat kita simpulkan betapa peran vitamin sangat besar bagi tubuh kita sehingga menyepelekannya sama saja menyepelekan tubuh sehat. Vitamin memiliki fungsi khusus yang tidak dapat digantikan oleh zat lain. Kebanyakan vitamin berperan sebagai koenzim dalam berbagai reaksi di dalam tubuh, karena itu dapat dipahami bahwa kekurangan vitamin dapt mengganggu kelancaran reaksi-reaksi biokimia demikian halnya apabila tubuh kelebihan vitamin, oleh karena itu percobaan ini penting untuk dilakukan.
I.2 Tujuan Percobaan
I.2.1 Tujuan Umum
1. Mempelajari sifat-sifat vitamin.
2. Membuktikan adanya vitamin dalam suatu bahan secara kualitatif.
I.2.2 Tujuan Khusus
1. Penentuan Adanya Vitamin A
Membuktikan adanya vitamin A dalam suatu bahan secara kualitatif.
2. Penentuan Adanya Vitamin D
Membuktikan adanya vitamin D dalam suatu bahan secara kualitatif.
3. Penentuan Adanya Vitamin B1
Membuktikan adanya vitamin B1 secara kualitatif.
4. Penentuan Adanya Vitamin B6
Membuktikan adanya vitamin B6 secara kualitatif
5. Penentuan Adanya Vitamin C
Membuktikan adanya vitamin C dalam suatu bahan secara kualitatif.
I.3 Prinsip Percobaan
Pada percobaan pertama yakni penentuan adanya vitamin A bertujuan membuktikan adanya vitamin A dalam suatu bahan secara kualitatif. Teori menjelaskan vitamin A ialah suatu alcohol dengan berat molekul yang tinggi. Sumber vitamin A adalah karoten dan karotenoid yang banyak terdapat dalam bahan-bahan nabati sebagai provitamin. Dalam jaringan hewan, vitamin A diperoleh dala bentuk retinol. Vitamin A stabil di bawah atmosfir, tetapi cepat kehilangan aktivitasnya bila dipanaskan dengan adanya oksigen, terutama pada suhu tinggi, vitamin A dapat rusak bila dioksidasi atau dihidrogenasi. Penentuan adanya vitamin A dapat dilakukan dengan 2 metoda, yakni dengan pereaksi Carr-Price atau pereaksi Trikloroasetat (TCA). Vitamin A dengan pereaksi Carr-Price akan memberikan warna biru, kemudian berubah menjadi coklat. Intensitas warna biru sebanding dengan banyaknya vitamin A yang terkandung dalam suatu bahan. Oleh karena itu, reaksi dapat dijadikan dasar penentuan kuantitatif vitamin A secara kolorimetri, seperti pada percobaan pertama.
Pada percobaan kedua yakni penentuan adanya vitamin D bertujuan membuktikan adanya vitamin D dalam suatu bahan secara kualitatif. Di alam terdapat dua jenis vitamin D yang penting, yaitu vitamin D2 (viosterol atau ergokalsiferol) yang banyak bersumber dari bahan nabati seperti ragu dan jamur. Pada umumnya, vitamin D stabil terhadap pemanasan, asam dan oksigen. Vitamin D secara lambat dapat didestruksi bila lingkungannya alkalis, terutama bila terdapat udara dan cahaya. Pemanasan dengan hidrogen peroksida tidak merusak vitamin D, tetapi vitamin A akan rusak. Maka dari itu, pada percobaan ini dilakukan pemanasan dan pengujian dengan pereaksi Carr-Price untuk membuktikan hal tersebut.
Lain halnya pada percobaan ketiga yakni penentuan adanya vitamin B1 yang bertujuan membuktikan adanya vitamin B1 secara kualitatif. Vitamin B1 atau Thiamin mengandung sistem dua cincin, yaitu inti pirimidin dan thiazol. Dalam tanaman, terutama serelia, vitamin B1 terdapat dalam keadaan bebas, sedangkan dalam jaringan hewan terdapat sebagai koenzim, yaitu thiamin pirofosfat (TPP). Vitamin bersifat larut dalam air, tetapi tidak larut dalam pelarut lemak. Dalam larutan netral atau alkalis, thiamin mudah rusak, sedangkan dalam keadaan asam tahan panas. Thiamin stabil pada pemanasan kering, tetapi mudah terurai oleh zat-zat pengoksidasi dan terhadap radiasi sinar ultraviolet. Sedangkan pada penentuan adanya vitamin B6 yang bertujuan membuktikan adanya vitamin B6 secara kualitatif. Dalam vitamin B6 terdiri atas tiga bentuk senyawa, yaitu pirodoksin, pirodoksal, atau pirodoksamin. Ketiga bentuk vitamin B6 terdapat dalam hewan maupun tumbuhan, terutama pada beras atau gandum. Pirodoksin stabil terhadap pemanasan, alkali dan asam. Pirodoksal dan pirodoksamin mudah rusak oleh pemanasan, udara, dan cahaya. Dari ketiga bentuk vitamin B6, hanya pirodoksin yang paling tahan terhadap pengaruh pengolahan dan penyimpanan. Maka dari itu dalam percobaan ini larutan pirodoksin akan diuji dengan membandngkan penambahan larutan CuSO4 dan NaOH dengan FeCl3. Masing-masing akan menunjukkan warna berbeda apabila reaksi positif.
Terakhir, penentuan adanya vitamin C bertujuan membuktikan adanya vitamin C secara kualitatif. Vitamin C di alam terdapat dalam dua bentuk, yaitu bentuk teroksidasi dan tereduksi. Keduanya memiliki keaktifan sebagai vitamin C. Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari sayur-sayuran berwarna hijau dan buah-buahan terutama yang masih segar. Vitamin C larut dalam air dan agak stabil dalam larutan asam, tetapi mudah dioksidasi terutama bila dipanaskan. Proses oksidasi akan dipercepat dengan adanya tembaga, oksigen dan alkali. Maka dari itu pada percobaan ini digunakan larutan asam askorbat yang diuji dengan pereaksi benedict dan penetralan dengan menggunakan NaHCO3 5%.
I.4 Manfaat Percobaan
Adapun manfaat dari percobaan ini adalah menginformasikan kepada mahasiswa sifat-sifat berbagai macam vitamin dan cara membuktikan adanya vitamin dalam suatu bahan secara kualitatif. Vitamin – vitamin tersebut adalah vitamin A, vitamin D, vitamin B1, vitamin B6, dan vitamin C. Agar mahasiswa dapat memahami dengan baik hal tersebut dan mengaplikasikan hal tersebut ke dalam profesinya maupun aktivitasnya sehari-hari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Vitamin
Vitamin adalah senyawa-senyawa organik tertentu yang diperlukan dalam jumlah kecil dalam diet seseorang tetapi esensial untuk reaksi metabolisme dalam sel dan penting untuk melangsungkan pertumbuhan normal serta memelihara kesehatan.1
Vitamin juga merupakan zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu, harus didatangkan dari makanan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh. Karena vitamin adalah zat organik maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan.2
II.2 Sejarah Penemuan Vitamin
Sejarah penemuan vitamin dimulai oleh Eijkman yang pertama kali mengemukakan adanya zat yang bertindak sebagai faktor diet esensial dalam kasus penyakit beri-beri. Pada tahun 1897 ia memberikan gambaran adanya suatu penyakit yang diderita oleh anak ayam yang serupa dengan beri-beri pada manusia. Gejala penyakit tersebut terjadi setelah binatang diberi makan yang terdiri atas beras giling murni. Ternyata penyakit ini dapat disembuhkan dengan memberi makanan sisa gilingan beras yang berupa serbuk. Hasil penemuan yang menyatakan bahwa dalam makanan ada faktor lain yang penting selain karbohidrat, lemak dan protein sebagai energi, mendorong para ahli untuk meneliti lebih lanjut tentang vitamin, sehingga diperoleh konsep tentang vitamin yang kita kenal sekarang. Pada saat ini terdapat lebih dari 20 macam vitamin.1
Pada lieratur lain, dikemukakan istilah vitamin pertama kali digunakan pada tahun 1912 oleh Cashmir Funki di Polandia. Dalam upaya menemukan zat di dalam dedak beras yang mampu menyembuhkan penyakit beri-beri, ia menyimpulkan bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh kekurangan suatu zat di dalam makanan sehari-hari. Zat ini dibutuhkan untuk hidup (vita) dan mengandung unsur nitrogen (amine), oleh sebab itu diberi nama vitamine. Penelitian selanjutnya membuktikan bahwa ada beberapa jenis vitamine yang ternyata tidak merupakan amine. Oleh sebab itu, istilah vitamine kemudian diubah menjadi vitamin.2
II.3 Klasifikasi Enzim
Vitamin dibagi ke dalam dua golongan. Golongan pertama oleh Kodicek (1971)
Vitamin merupakan senyawa-senyawa organik yang memegang peranan penting dalam berlangsungnya berbagai proses vital di dalam tubuh. Vitamin memiliki peran sangat penting untuk pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan, dan fungsi-fungsi tubuh lainnya agar metabolisme berjalan normal. Dengan mengetahui pentingnya peranan vitamin dalam kehidupan kita, maka percobaan ini pun dilakukan.
Vitamin merupakan nutrien organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk sejumlah fungsi biokimiawi, dan umumnya tidak apat disintesis oleh tubuh sehingga harus dipasok dari makanan. Vitamin yang pertama kali ditemukan, vitamin A dan B, ternyata masing-masing bersifat larut-lemak dan –air. Seiring semakin banyaknya vitamin ditemukan, vitamin-vitamin tersebut ternyata juga memperlihatkan entah sifat larut-lemak atau larut-air, dan sifat ini dipakai sebagai dasar bagi klasifikasi vitamin. Semua vitamin larut-air merupakan anggota vitamin B kompleks (kecuali vitamin C) dan vitamin larut-lemak yang baru ditemukan diberi simbol berdasarkan abjad (misalnya vitamin D, E, dan K). Terlepas dari sifat kelarutannya, vitamin-vitamin larut-air hanya memiliki sedikit persamaan bila dilihat dari sudut pandang kimia.
Vitamin B yang esensial bagi nutrisi manusia adalah (1) tiamin (vitamin B1), (2) riboflavin (vitamin B2), (3) niasin (vitamin B3), (4) asam pantotenat (vitamin B5), (5) vitamin B6, (7) vitamin B12, dan (8) asam folat.
Asam askorbat (vitamin C) merupakan antioksidan larut-air yang mempertahankan banyak kofaktor logam dalam keadaaan tereduksi.
Vitamin A (retinol) tidak hanya diwakili oleh vitamin A yang ada di dalam makanan, tetapi juga oleh provitamin (β-karoten) di dalam tanaman. Retinol dan asam retinoat dianggap bekerja melalui pengontrolan ekspresi gen, sementara retinal digunakan pada penglihatan dan berperan di dalam sintesis glikoprotein
Vitamin D merupakan senyawa steroid prohormon yang aktivitasnya diselenggarakan oleh derivat hormonnya, kalsitriol. Vitamin D digunakan dalam pengaturan metabolisme kalsium serta fosfor, dan tidak adanya vitamin D di dalam makanan akan menimbulkan penyakit rakitis serta asteomalasia.
Vitamin E (tokoferol) merupakan antioksidan yang paling penting di dalam tubuh, bekerja pada fase lipid membran di seluruh sel. Vitamin ini memberi perlindungan terhadap efek radikal toksik.
Vitamin K diperlukan bagi sintesis berbagai faktor pembekuan darah. Fungsi vitamin K sebagai kofaktot enzim karboksilase yang bekerja pada residu glutamat protein prekursor faktor pembekuan memungkinkan vitamin tersebut melakukan khelasi kalsium.
Semua vitamin larut-lipid memiliki sifat sebagai molekul hidrofobik dan apolar, serta sifat sebagai derivat isoprena. Semua vitamin larut-lipid membutuhkan absorpsi lemak yang normal agar penyerapan dapat berlangsung efisien, dan jika mekanisme ini terganggu, cenderung terjadi gejala defiseinsi.
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah minyak ikan, asam asetat anhidrid, kloroform, asam trikloroasetat (TCA), kristal SbCl3, H2O2 5%, asam askorbat 1%, pereaksi benedict, NaHCO3 5%, FeCl3 1%, kertas pH atau lakmus, tisu rol, dan kertas label.

3.2 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung reaksi, rak tabung, pipet tetes, pipet ukur, sudip atau sendok, alat pemanas, pengatur waktu, penjepit tabung, dan sikat tabung.

3.3 Cara Kerja
1. Penentuan Adanya Vitamin A
A. 1. Ke dalam tabung reaksi, dimasukkan 10 tetes minyak ikan.
2. Ditambahkan 15 tetes kloroform, kemudian dicampur dengan baik.
3. Ditambahkan 4 tetes asam asetat anhidrid.
4. Selanjutnya, dibubuhkan sepucuk sendok kristal SbCl3 ke dalamnya.
5. Diperhatikan perubahan warna yang terjadi.
B. 1. Ke dalam tabung reaksi, dimasukkan 10 tetes minyak ikan.
2. Ditambahkan 2 mL pereaksi asam trikloroasetat dalam kloroform.
3. Dicampur dengan baik.
4. Diamati warna yang terjadi.
2. Penentuan Adanya Vitamin D
1. Ke dalam tabung reaksi, dimasukkan 10 tetes minyak ikan.
2. Ditambahkan 10 tetes larutan H2O2 5%.
3. Campuran dikocok selama kira-kira 1 menit.
4. Kemudian, dipanaskan di atas api kecil perlahan-lahan sampai tidak ada gelembung-gelembung gas keluar. Diusahakan jangan sampai mendidih.
5. Tabung didinginkan di bawah air kran.
6. Selanjutnya, diuji dengan pereaksi Carr-Price seperti pada penentuan adanya vitamin A.
7. Diamati perubahan warna yang terjadi. Adanya warna jingga-kuning berarti vitamin D positif.

3. Penentuan Adanya Vitamin C
A. 1. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi 10 tetes larutan asam askorbat 1%.
2. Ditambahkan 30 tetes pereaksi benedict.
3. Dipanaskan di atas api kecil sampai mendidih selama 2 menit.
4. Diperhatikan adanya endapan yang terbentuk. Warna hijau kekuningan sampai merah bata menandakan vitamin C positif.
B. 1. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi 10 tetes larutan asam askorbat 1%.
2. Kemudian, dinetralkan larutan (pH=8) menggunakan NaHCO3 5%.
3. Ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3.
4. Diamati warna yang terjadi. Adanya warna merah-ungu berarti vitamin C positif.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1. Penentuan Adanya Vitamin A
Bahan Prosedur A Prosedur B
Minyak ikan 10 tetes 10 tetes
Kloroform 15 tetes -
Asam asetat anhidrid 4 tetes -
SbCl3 kristal sepucuk sendok -
TCA dalam kloroform - 2 mL
Campurlah dengan baik
Hasil : Perhatikan warna yang terbentuk Coklat (+)
Biru kehijauan (+)


2. Penentuan Adanya Vitamin D
Bahan Tabung 1
Minyak ikan 10 tetes
Larutan H2O2 5% 10 tetes
Panaskan sampai tidak mendidih, lalu uji dengan pereaksi Carr-Price
Hasil : warna jingga-kuning (+/-) kuning (+)


3. Penentuan Adanya Vitamin C
Bahan Prosedur A Prosedur B
Larutan asam askorbat 1% 10 tetes 10 tetes
Pereaksi benedict 30 tetes -
pH larutan - 8
larutan FeCl3 1% - 2-3 tetes
Hasil : Perhatikan warna endapan yang terbentuk merah bata (+)
ungu (+)
B. Pembahasan
1. Penentuan Adanya Vitamin A
Penentuan adanya vitamin A dalam perconaan ini ialah dilakukan dengan menggunakan pereaksi Carr-Price dan pereaksi Trikloroasetat (TCA). Dalam percobaan ini, pada prosedur A yang menggunakan metoda pereaksi Carr-Price diperoleh hasil larutan yang berwarna coklat. Kemudian pada percobaan B yang menggunakan metoda pereaksi TCA diperoleh hasil larutan berwarna biru kehijauan. Ini menunjukkan bahwa bahan percobaan (minyak ikan) mengandung vitamin A.

2. Penentuan Adanya Vitamin D
Penentuan adanya vitamin D dilakukan dengan menggunakan metoda pereaksi Carr-Price. Adanya warna jingga-kuning berarti bahan tersebut mengandung vitamin D. Dalam percobaan ini, hasil yang diperoleh dalam uji ini adalah larutan berwarna kuning, berarti dalam minyak ikan tersebut terdapat vitamin D, sesuai dengan teori terdapat dalam buku.

3. Penentuan Adanya Vitamin C
Pada percobaan ini dilakukan dalam dua prosedur. Prosedur yang pertama, yaitu menggunakan pereaksi benedict, setelah larutan percobaan (asam askorbat) direaksikan dengan pereaksi benedict, larutan tersebut menghasilkan endapan merah bata yang berarti larutan tersebut mengandung vitamin C. Pada prosedu yang kedua, yaitu larutan percobaan (asam askorbat) dinetralkan dengan NaHCO3 dan selanjutnya ditetei dengan larutan FeCl3 dan warna dari larutan tersebut adalah ungu, ini menunjukkan bahwa larutan percobaan (asam askorbat) memang mengandung vitamin C.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Pada penentuan adanya vitamin A, didapat hasil bahwa minyak ikan mengandung vitamin A.
2. Pada penentuan adanya vitamin D, didapat hasil bahwa minyak ikan mengandung vitamin D.
3. Pada penentuan adanya vitamin C, didapat hasil bahwa larutan asam askorbat mengandung vitamin C.

5.2 Saran
Pada percobaan ini, asisten sudah cukup baik dalam membimbing sehingga meminimalkan kesalahan yang terjadi pada saat pratikum. Di laboratorium, sebaiknya perlengkapan yang dibutuhkan pada saat pratikum dibenahi dengan baik untuk memaksimalkan kegiatan pratikum.
JAWABAN TUGAS

1. Penetuan Adanya Vitamin A
1) Sebutkan fungsi utama vitamin A!
-Mempertahankan struktur dan fungsi jaringan epitel, membantu pertumbuhan dan proses penglihatan.
2) Sebutkan penyakit akibat defisiensi vitamin A!
-Xeroftalmia, yaitu kerusakan jaringan mata yang akan menuju pada kebutaan).
3) Efek apakah yang dapat ditimbulkan bila seseorang mengalami hipervitaminosis dari vitamin A? Sebutkan gejalanya!
-Efek teratogenik, gejalanya antara lain merasa lemah, sakit pada sendi, rambut rontok, kulit bersisik, dan rasa mual. Dalam kondisi tersebut, dapat pula ditemukan pembesaran hati dan limpa.

2. Penetuan Adanya Vitamin D
1) Apa fungsi H2O2 dan pemanasan dalam percobaan? Jelaskan!
-Fungsinya adalah sebagai peguji apakah dalam larutan terdapat vitamin D. Pemanasan diperlukan untuk mempercepat kerja reaksi dan penambahan H2O2 berfungsi sebagai zat katalisis.
2) Jelaskan mengapa pada pemanasan tidak boleh sampai mendidih?
-Pemanasan diperlukan untuk mempercepat kerja reaksi tapi dalam uji ini tidak boleh sampai mendidih karena akan merusak pereaksi yang digunakan.
3) Sebutkan fungsi utama vitamin D di dalam tubuh!
-Meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfor dalam saluran pencernaan, mempunyai peranan penting pada proses klasifikasi, dan berhubungan dengan aktivitas enzim fosfatase alkali di dalam serum.
4) Sebutkan penyakit akibat defisiensi vitamin D dan gejalanya!
-Rakitis dan osteomalasia, gejalanya yaitu mengalami sirkulasi enterohepatik dan pelunakan tulang.

3. Penetuan Adanya Vitamin C
1) Jelaskan mengapa vitamin C positif terhadap uji Benedict!
-Karena vitamin C aktif adalah asam askorbat yang mencakup Cu+ dimana uji benedict berfungsi untuk mengidentifikasi ion Cu+ dalam suatu larutan.
2) Sebutkan fungsi utama vitamin C dalam tubuh!
-Mempertahankan keadaan zat-zat intersel jaringan cartilage, dentin, dan tulang.
3) Sebutkan penyakit akibat defisiensi vitamin C dan gejalanya!
-Skorbut, gejala yang diperlihatkan dalam bentuk perdarahan subkutan serta perdarahan lain, kelemahan otot, gusi yang membengkak dan menjadi lunak, serta tanggalnya gigi.
DAFTAR PUSTAKA

Colby, D. S., 1988, Ringkasan Biokimia, EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S., 1982, Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid Dua, Erlangga, Jakarta.
Murray, R. K., dkk, 2003, Biokimia Harper Edisi 25, EGC, Jakarta.
Poedjiadi, A., 1994, Dasar-dasar Biokimia, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Siradjuddin, S., 2008, Penuntun Praktikum Biokimia, Universitas Hassanuddin Press, Makassar.

Rabu, 21 Oktober 2009

Perlu paradigma baru untuk menanggulangi masalah gizi makro di Indonesia

Perlu paradigma baru untuk menanggulangi masalah gizi makro di Indonesia
Oleh : Prof.Dr. Soekirman
Guru Besar Ilmu Gizi / Kepala Pusat Studi Kebijakan Pangan
dan Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB)

Prof. M. Gabr, guru besar ilmu kesehatan anak dan gizi dari Universitas Kairo, menyatakan bahwa abad ke-20 adalah “the Golden Age for Nutrition” atau “Abad Emas” bagi pergizian dunia. Pendapat tersebut disampaikan pada kuliah perdana Kongres Ke-VII Asosiasi Gizi se Dunia (IUNS) di Vienna, Austria tgl.27 sampai 29 Agustus 2001. Abad ke-20 adalah abad ditemukannya hampir semua zat gizi makro dan mikro. Kebutuhan gizi manusia ditetapkan. Hubungan antara gizi dan kesehatan didokumentasikan. Dampak negatif dari masalah gizi-kurang dan gizi-lebih makin diketahui dengan lebih baik, dan sebagainya.
Bidang pertanian juga mencatat “revolusi hijau” dan terakhir teknologi rekayasa genetik yang berperan dalam peningkatan produksi dan kualitas pangan. Sejalan dengan itu berbagai intervensi gizi telah menjadi program nasional di banyak negara. Secara global intervensi gizi berperan penting dalam upaya penurunan angka kematian bayi. Di banyak negara berkembang intervensi berhasil menurunkan prevalensi KEP, kurang vitamin A, dan kurang yodium.
Dibalik “cerita” sukses, abad ke-20 masih mencatat sisi gelap dalam hal masalah gizi. FAO memperkirakan tahun 1999 sekitar 790 juta penduduk dunia kelaparan. Sekitar 30 persen penduduk dunia yang terdiri dari bayi, anak, remaja, dewasa, dan manula, menderita kurang gizi. Hampir separo (49 persen) kematian balita berkaitan dengan masalah kurang gizi (gizi kurang). Dalam waktu yang sama, dunia maju menghadapi epidemi masalah kelebihan gizi (gizi lebih) dalam bentuk obesitas dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, hipertensi, stroke dan diabetes.

Bahwa masalah gizi kurang dan gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, saya kira sudah disadari oleh pemerintah dan masyarakat, khususnya di kalangan kesehatan. Hanya saja kita di Indonesia masih terlalu memusatkan perhatian pada masalah gizi makro terutama dalam hal KEP seperti halnya puluhan tahun lalu. Pada hal penelitian gizi terkini juga menunjukkan makin seriusnya masalah gizi mikro terutama kurang zat besi, zat yodium, zat seng (Zn), dan kurang vitamin A. Kita juga masih menekankan pada masalah gizi anak balita (bawah lima tahun), padahal masalah lebih gawat pada anak dibawah tiga tahun dan dua tahun. Sangat sedikit penelitian dan data mengenai masalah gizi lebih yang juga mulai mengancam penduduk yang ekonominya maju. Saya tidak akan menyajikan angka mengenai berbagai masalah gizi di Indonesia karena hal tersebut dibahas dan disajikan pada makalah lain.

Meskipun selama 10 tahun terakhir terdapat kemajuan dalam penanggulangan masalah gizi di Indonesia, tetapi apabila dibanding dengan beberapa negara Asean seperti Thailand, prevalensi berbagai masalah gizi khususnya gizi kurang dan gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Perlu dipertanyakan mengapa kita tertinggal dengan negara-negara tetangga. Salah satu sebab, menurut hemat saya adalah adanya perbedaan paradigma dalam kebijakan program gizi. Paradigma adalah model atau pola pikir menghadapi suatu hal atau masalah.
Sebagai contoh Thailand. Pada tahun 1982 lebih dari separo anak balita Thailand bergizi kurang atau buruk (underweight). Dalam waktu kurang dari sepuluh tahun Thailand sudah dinyatakan oleh berbagai badan PBB sebagai negara yang bebas gizi-buruk (BB/U < - 3SD). Prevalensi gizi kurang (diantara minus 3SD dan minus 2SD) juga berkurang secara nyata. Seperti halnya di Indonesia, masalah kurang vitamin A klinik (Xeropthalmia) juga telah diberantas. Angka kematian ibu melahirkan turun drastic dari 230 tahun 1992 menjadi 17 per 100.000 tahun 1996.
Salah satu kebijakan dan program gizi di Thailand memberikan perhatian besar terhadap data status gizi anak. Sejak tahun 1982 mereka mempunyai data

nasional tahunan perkembangan berat badan balita dan anak sekolah. Dalam kebijakan pembangunan nasional secara konsisten memasukkan status gizi anak sebagai salah satu indikator kemiskinan. Atas dasar perkembangan status gizi anak program gizi disusun sebagai bagian dari program penanggulangan kemiskinan. Thailand mengukur kemajuan kesejahtraan rakyatnya antara lain dengan indikator pertumbuhan berat badan anak, bukan hanya dengan berapa rata-rata persediaan atau konsumsi energi dan protein penduduk seperti yang sering kita lakukan di Indonesia. Paradigma kebijakan gizi di Thailand adalah paradigma outcome yaitu pertumbuhan anak dan status gizi.1 Sedang kita masih lebih banyak mengetrapkan paradigma lama yang berorientasi pangan atau makanan.

Paradigma baru bertitik tolak pada indikator kesehatan, dan kesejahteraan rakyat yaitu angka penyakit dan angka kematian bayi dan ibu melahirkan. Oleh karena menurut WHO (2000) 49 persen kematian bayi terkait dengan status gizi yang rendah, maka dapat dimengerti apabila pertumbuhan dan status gizi termasuk indikator kesejahteraan seperti ditrapkan di Thailand.
Paradigma baru menekankan pentingnya outcome daripada input. Persediaan pangan yang cukup (input) di masyarakat tidak menjamin setiap rumah tangga dan anggota memperoleh makanan yang cukup dan status gizinya baik. Banyak faktor lain yang dapat mengganggu proses terwujudnya outcome sesuai dengan yng diharapkan. Paradigma input sering melupakan faktor lain tersebut, diantaranya air bersih, kebersihan lingkungan dan pelayanan kesehatan dasar.

Dalam makalah ini akan dibahas apa dan bagaimana paradigma baru untuk program gizi yang mendorong dipakainya pola pertumbuhan dan status gizi anak sebagai salah satu indikator kesejahteraan. Oleh karena paradigma program gizi terkait dengan pemahaman akan arti istilah gizi dan masalah gizi,

Ada perbedaan antara pertumbuhan anak dan status gizi anak. Pertumbuhan anak adalah indikator dinamik yang mengukur pertambahan berat dan tinggi/panjang anak. Dari indikator ini dapat diikuti dari waktu kewaktu kapan terjadinya penyimpangan (penurunan) pertambahan berat tau tinngi badan. Status gizi merupakan indek yang statis dan agregatif sifatnya kurang peka untuk melihat terjadinya perubahan dalam waktu pendek misalnya bulanan.

maka pembahasan akan saya mulai dengan dengan pemahaman masalah gizi sebagai konsep system “input-outcome”.
Masalah gizi dalam konsep system “input-outcome”.

Gizi dan masalah gizi selama ini dipahami sebagai hubungan sebab-akibat antara makanan (input) dengan kesehatan (outcome). Pada satu pihak masalah gizi dapat dilihat sebagai masalah input, tetapi juga sebagai outcome. Dalam menyusun kebijakan harus jelas mana yang dipakai sebagai titik tolak apakah input atau outcome. Apabila masalah gizi dianggap sebagai masalah input maka titik tolak identifikasi masalah adalah pangan, makanan (pangan diolah) dan konsumsi. Apabila masalah gizi dilihat sebagai outcome, maka identifikasi masalah dimulai pada pola pertumbuhan dan status gizi anak. (lihat bagan) 13/6/2000FK-UKI SOEKIRMAN Jakarta9Gizi sebagai input-outcomeINPUT PROSES OUTCOMEMakanan di makan(dikonsumsi)Dicerna,Diserap,MetabolismePertumbuhan Sel,Pemeliharaan Sel,Memperlancar FungsiAnatomis& FaaliTubuh,Menghasilkan energiPertumbuhanStatus GiziFisik & Mental/Kecerdasan,ProduktivitasMorbiditasKesehatanMakananGizi sebagai InputGizi sebagai Outcome

Selama kebijakan program gizi mengikuti paradigma input, maka indikator masalah gizi akan mengikuti indikator agregatif pertanian dan ekonomi makro seperti produksi, persediaan (impor-ekspor), harga dan konsumsi pangan rata-rata. Indikator makro ini memberi gambaran masalah gizi rata-rata rumah tangga dan orang dewasa. Hukum Bennet misalnya memprediksi apabila pendapatan rata-rata rumah tangga meningkat akan diikuti perbaikan kualitas makanan (orang dewasa). Proporsi energi dari sumber karbohidrat menurun dan dari sumber lemak dan protein meningkat.

Hukum Bennet tidak dapat menggambarkan apa yang terjadi pada diri anggota keluarga, terutama anak dan wanita hamil, apabila terjadi peningkatan pendapatan keluarga, termasuk eksesnya bagi orang dewasa perkotaan. Peningkatan konsumsi makanan hewani sumber lemak dapat menjurus ke masalah gizi lebih. Pendekatan agregatif semacam ini, tidak menyentuh ukuran status gizi. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila pada suatu saat terjadi letusan gizi buruk pada masa persediaan pangan berlimpah. Indikator agregatif tidak akan menjangkau masalah gizi mikro.
Paradigma outcome mengukur manusia bukan pangan atau uang.
Paradigma ini memerlukan pemasyarakatan pentingnya memperhatikan berat badan baik pada anak maupun orang dewasa. Pada anak yang diperhatikan adalah pertumbuhan berat dan tinggi badan serta status gizinya. Pengertian bahwa anak sehat bertambah umur bertambah berat dan panjang perlu ditanamkan kepada setiap keluarga. Di perdesaan sudah lama diperkenalkan KMS untuk mencatat hasil penimbangan bulanan anak balita di Posyandu. Sayangnya fungsi Posyandu beberapa tahun terakhir ini tidak menentu arahnya. Penimbangan berat badan anak sebagai kegiatan pokok Posyandu menjadi kegiatan sampingan dan tidak jelas manfaatnya.
Menurut hemat saya meletusnya “wabah” gizi-buruk pada saat krisis ekonomi tahun 1997 dan 1998 sebenarnya dapat dicegah apabila kegiatan penimbangan di Posyandu berfungsi seperti keadaan tahun 1970 dan 1980-an. Pada masa itu kualitas pelayanan Posyandu menjadi kebanggaan nasional dan internasional.
Untuk orang dewasa paradigma outcome menekankan pentingnya orang mencapai berat badan ideal dan mempertahankanya. Pesan itu menjadi pesan pertama dalam Pedoman Gizi Seimbang Amerika tahun 2000. Baru kemudian menyusul pesan lain bagaimana mengatur dan memilih makanan untuk mempertahankan berat badan.

Kesimpulan
Kelambanan Indonesia menangani masalah gizi makro dalam bentuk gizi kurang dan gizi buruk menurut pendapat saya ada kaitannya dengan kebijakan program gizi kita yang masih mengedepankan pangan, makanan dan konsumsi sebagai penyebab utama masalah gizi. Kebijakan ini cenderung mengabaikan peran faktor lain sebagi penyebab timbulnya masalah gizi seperti air bersih, kebersihan lingkungan dan pelayanan kesehatan dasar. Akibatnya program gizi lebih sering menjadi program sektoral yang masing-masing berdiri sendiri dengan persepsi berbeda mengenai masalah gizi dan indikatornya. Kebijakan ini dalam makalah ini saya sebut sebagai kebijakan dengan paradigma input.
Salah satu kelemahan paradigma input bagi program perbaikan gizi adalah digunakannya indikator agregatif makro seperti persediaan energi dan protein perkapita. Indikator ini tidak dapat menggambarkan keadaan sesungguhnya diri individu anggota keluarga terutama anak dan wanita. Paradigma ini tidak mengenal indikator pertumbuhan anak dan status gizi yang mengukur “the real thing”.
Sudah saatnya indikator pertumbuhan dan status gizi anak menjadi salah satu indikator kesejahteraan. Untuk itu program gizi memerlukan pendekatan paradigma baru, yang didalam makalah ini saya namakan paradigma outcome. Dengan paradigma ini beberapa hal dibawah ini memerlukan perhatian lebih besar dalam program gizi .
Pertama, dalam menangani masalah gizi makro, khususnya kurang energi protein, titik tolak kebijakannya terletak pada adanya pertumbuhan dan status gizi anak yang tidak normal. Dengan demikian tujuan program adalah memperbaiki pola pertumbuhan anak dan status gizi anak dari tidak normal menjadi normal atau lebih baik. Oleh karena pola pertumbuhan dan status gizi anak tidak hanya disebabkan oleh makanan, maka pendekatan ini mengharuskan program gizi dikaitkan dengan kegiatan program lain diluar program pangan secara konvergen seperti dengan program air bersih dan kesehatan lingkungan, imunisasi, penyediaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan. Dengan program yang bersifat terintegrasi seperti
7
itu, program gizi akan rasional untuk menjadi bagian dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Kebijakan ini pada dasarnya telah diberlakukan pada Repelita II sampai VI dalam Bab Pangan dan Gizi. Sayangnya banyak kebijakan Repelita yang lalu tidak terlaksana dengan semestinya.
Kedua, kegiatan pemantauan berat badan dan tinggi badan anak balita dan sekolah akan menjadi modal utama bagi program gizi. Survei gizi nasional secara periodik dan terprogram seharusnya menjadi kebijakan nasional seperti dilakukan di Thailand dan di banyak negara lain. Pelaksanaannya dapat melalui Susenas atau lembaga lain yang ada. Kegiatan ini perlu didukung oleh sistem pemantauan status gizi anak yang representatif mewakili daerah-daerah yang tidak terjangkau survey gizi nasional.
Ketiga, revitalisasi Posyandu dikatakan berhasil apabila dapat mengembalikan fungsi utamanya sebagai lembaga masyarakat, terutama masyarakat desa untuk memantau pertumbuhan anak. Kegiatan pendidikan dan pelatihan pada ibu-ibu bagaimana menimbang dan mencatat di KMS pertumbuhan berat badan anak serta dapat mengartikan KMS dengan baik, merupakan kunci keberhasilan revitalisasi Posyandu. Kegiatan penimbangan diutamakan pada anak dibawah tiga atau dua tahun sesuai dengan perkembangan masalah yang diketahui dari hasil penelitian mutakhir. Tolok ukur lain keberhasilan revitalisasi posyandu ialah mengkoreksi kesalahan para petugas gizi dan kesehatan yang selama ini dilakukan yang menggunakan KMS sebagai catatan status gizi. Konsep penyimpangan pertambahan dari batas normal atau “growth faltering” sudah waktunya diajarkan dan latihkan kepada petugas gizi dan kesehatan serta kader.
Keempat, secara bertahap perlu ada “perombakan” kurikulum di lembaga pendidikan tenaga gizi di semua tingkatan untuk lebih memahami perlunya paradigma baru yang berorientasi pertumbuhan dan status gizi anak sebagai titik tolak dan tujuan program.
8
Kepustakaan
1. Gabr, M. 2001. IUNS in the Twenty Century on the shoulders of the Twentieth Century giants of Nutrition. VIIth International Congress of Nutrition 27-29 Agustus 2001.
2. WHO.2000.Nutrition for Health and Development.WHO, Geneva;
3. Unicef.2000.The State of the World’s Children 2000. Unicef,
New York.
4. ACC/SCN. 2000. Fourth Report on The World Nutrition Situation. WHO, Geneva
5. Departemen Kesehatan. 2001. Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2001-2005
6. Carriere, R.C. 2000. Revitalizing and Optimizing Posyandu. Growth Monitoring and promotion. Makalah. Unicef. Jakarta.
7. Griffiths, M., Dickin, K.,Favin, M. 1996. Promoting the Growth of Children : What Works. Rationale and Guidance for Programs. The World Bank. Washington.
8. Andersen. P.P, Pellettier, D., dan Alderman,H. (Edit). 1995. Child Growth and Nutrition Development in Developing Countries. Cornell University Press. Ithaca New York
9. Web : www.gizi.net dan linknya.

SITUASI KESEHATAN, GIZI DAN ISSUE KEBIJAKAN MEMASUKI MILENIUM KETIGA

PENDAHULUAN

Hasil sementara Sensus Penduduk tahun 2000 memperkirakan jumlah penduduk 203.456.005, dengan laju pertumbuhan penduduk 1990-2000 adalah 1,35 (BPS, 2001). Dari total penduduk tersebut, diperkirakan proporsi balita adalah 8.88%, usia reproduktif 15-49 tahun: 55,28% (perempuan), dan 54,86% (laki-laki). (lihat table 1). Uraian berikut ini dikaitkan dengan analisis situasi, issue serta kebijakan tentang kesehatan dan gizi. Informasi dari Sensus Penduduk ini menjadi penting dalam upaya pemerintah, khususnya kesehatan dan gizi, dalam mentargetkan kelompok rawan pada penduduk yang memerlukan intervensi.

Memasuki milenium baru, Indonesia dihadapi dengan perubahan ekonomi dan politik yang tidak menentu. Walaupun tidak merata, secara umum Bank Dunia melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif sebelum tahun 1997 (lihat figure 1: GNP per capita 1986-2000). Pertumbuhan ekonomi ini berdampak pada penurunan angka kemiskinan dari 40% tahun 1976 menjadi 11% tahun 1996 (Figure 2); penurunan kematian bayi; penurunan kematian anak 0-4 tahun; dan 25% penurunan kematian ibu. Secara statistik hal ini ditunjang pula dengan pencapaian keamanan pangan, dan pencapaian pelayanan kesehatan terutama pada ibu dan anak.

Krisis ekonomi memperlambat proses penurunan yang telah terjadi selama tiga dekade terkakhir. Krisis ekonomi menurunkan nilai rupiah yang berakibat pada merosotnya pendapatan perkapita (lihat figure 1) dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 11% tahun 1996 atau 34.5 juta orang menjadi 16.64% tahun 1999 atau 47,9 juta orang (lihat figure 2). Dampak krisis ekonomi terhadap kesehatan masyarakat dapat dilihat secara tidak langsung. Disadari secara luas bahwa dampak krisis ekonomi berdampak negatif pada status kesehatan masyarakat, akan tetapi bukti nyata secara statistik masih perlu dikaji agar tidak terjadi kontradiksi. Kenyataannya kajian perubahan morbiditas dan mortalitas pada penduduk masih dilakukan terus menerus. Diperlukan informasi data kesehatan dengan kualitas yang baik dari sistem pelayanan kesehatan dan juga survei lainnya.

Berikut ini adalah kajian kecenderungan beberapa indikator kesehatan dan gizi tahun 1990-2000, serta issue dan kebijakan untuk program kesehatan dan gizi pada masa mendatang.


ANALISA SITUASI KESEHATAN DAN GIZI

Wanita, terutama wanita usia subur/WUS, bayi dan anak balita adalah kelompok rawan pada penduduk yang selalu harus menjadi perhatian. Indonesia tidak mempunyai ‘vital statistic’ yang dapat dilakukan untuk menghitung angka kematian ibu. Biasanya dilakukan estimasi berdasarkan survei yang ada seperti Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Dari analisis SDKI 1991, 1994 diperkirakan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 390 per 100,000 kelahiran hidup untuk periode 1989-1994, dan 334 pada periode tahun 1992-1997. Sebelum tahun 1997, Pemerintah Indonesia mentargetkan penurunan AKI ini dari 450 (1995) menjadi 225 (1999). Melihat variasi AKI di lima provinsi dari analisis SKRT 1995 yang menunjukkan AKI antara 1025 (Irian), 796 (Maluku), 686 (Jawa Barat), 554 (NTT) dan 248 (Jawa Tengah), diasumsikan AKI masih sangat bermasalah memasuki milenium ketiga ini (Sumantri, et.al, 1999).

Untuk kelompok bayi dan anak yang dipantau perkembangannya, ada peningkatan yang cukup baik, akan tetapi angkanya masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Filipina dan Thailand. Walaupun terjadi penurunan angka kematian bayi dan balita, masih diperkirakan dari 4 juta anak yang lahir di Indonesia, 300.000 diantaranya meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun (Sumantri, 2000). – Lihat figure 3. Angka kematian bayi dan anak ini bervariasi cukup lebar antar provinsi. Dijumpai 23 kematian bayi per 1000 lahir hidup di Jogjakarta dan 111 kematian bayi per 1000 lahir hidup di NTB, hal yang sama terjadi juga untuk kematian balita (Sumantri, 2000).

Masalah gizi kurang, terutama pada anak balita dikaji kecenderungannya menurut Susenas. Pada tahun 1989, prevalensi gizi kurang pada balita adalah 37.5% menurun menjadi 24,7% tahun 2000. Walaupun terjadi penurunan prevalensi gizi kurang, yang menjadi pusat perhatian adalah penderita gizi buruk pada anak balita, yang terlihat tidak ada penurunan semenjak tahun 1989. Pada tahun 1989, prevalensi gizi buruk anak balita adalah 6.3%. Prevalensi ini meningkat menjadi 11,56% pada tahun 1995 dan menurun menjadi 7,53% pada tahun 2000 (Direktorat Gizi, 2001). Berdasarkan hasil sementara SP 2000, maka diperkirakan jumlah penderita gizi buruk pada balita adalah 1.520.000 anak, atau 4.940.000 anak menderita gizi kurang. (lihat figure 4).

Masih tingginya prevalensi gizi kurang pada anak balita berhubungan dengan masih tingginya bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR). Prevalensi BBLR ini masih berkisar antara 7 sampai 14% pada periode 1990-2000. (Lihat figure 5). Akibat dari BBLR dan gizi kurang pada balita berkelanjutan pada masalah pertumbuhan anak usia masuk sekolah. Berdasarkan hasil pemantauan tinggi badan anak baru masuk sekolah (TBABS), diketahui bahwa prevalensi anak pendek tahun 1994 adalah 39,8%. Prevalensi ini turun menjadi 36,1% pada tahun 1999. Anak yang terpantau dari TBABS adalah anak usia 5-9 tahun. Jika jumlah anak 5-9 tahun menurut SP 2000 diperkirakan 21.777.000, maka 7.800.000 anak usia baru masuk sekolah mengalami hambatan dalam pertumbuhan. Masalah gizi kurang pada anak berkelanjutan pada wanita usia subur, yang akan melahirkan anak dengan risiko BBLR disertai dengan masalah anemia dan gizi mikro lainnya. Dari kajian Susenas, proporsi wanita usia 15-49 tahun dengan Lingkar Lengan Atas (LILA <23.5 cm) adalah 24,9% tahun 1999 dan 21,5% pada tahun 2000 (Lihat Figure 6 dan 7). Proporsi ini sama dengan 13.316.561 wanita usia subur diperkirakan mempunyai risiko kurang energi kronis. Terlihat juga bahwa wanita usia subur, khususnya pada kelompok yang paling produktif: usia 15-19, 20-24 dan 25-29 tahun, mempunyai proprosi LILA <23.5% yang tertinggi.

Masalah gizi lainnya yang cukup penting adalah masalah gizi mikro, terutama untuk kurang yodium dan zat besi. Pada tahun 1980, prevalensi gangguan akibat kurang yodium (GAKY) pada anak usia sekolah adalah 30%, prevalensi ini menurun menjadi 9,8% pada tahun 1998. Walaupun terjadi penurunan yang cukup berarti, masih dianggap masalah kesehatan masyarakat, karena prevalensi di atas 5%. Prevalensi tersebut bervariasi antar kecamatan, masih dijumpai kecamatan dengan prevalensi GAKY di atas 30% (daerah endemik berat). Berdasarkan prevalensi tersebut, diperkirakan 10 juta penduduk menderita GAKY, dan kemungkinan 9000 bayi lahir dengan kretin. Masalah berikutnya adalah anemia gizi akibat kurang zat besi. Kajian Survei Kesehatan Rumah Tangga (1995) menunjukkan bahwa prevalensi anemi pada ibu hamil adalah 50,9%, pada wanita usia subur 39,5%, pada remaja putri 57,1%, dan pada balita 40,5%.

Faktor penyebab dari tingginya kematian ibu, bayi dan anak ini tidak lain disebabkan karena belum memadainya pelayanan kesehatan masyarakat dan keadaan gizi, diluar faktor pencetus lainnya yang memperkuat masalah ini seperti kemiskinan dan tingkat pendidikan. Akibat yang terlihat dari kemiskinan adalah masih dijumpai hampir 50% rumah tangga mengkonsumsi makanan kurang dari 70% terhadap angka kecukupan gizi yang dianjurkan (2200 Kkal/kapita/hari; 48 gram protein/kapita/hari). Kita ketahui Human Development Index pada tahun 2000 yang dilaporkan oleh UNDP adalah 109 untuk Indonesia, tertinggal jauh dari Malaysia, Filipina dan Thailand. Masih tingginya masalah gizi, akan berpengaruh nyata terhadap tingkat pendidikan dan pendapatan per kapita. Rendahnya kondisi gizi akan berakibat pada rawannya penyakit infeksi dan semakin tinggi pengeluaran terhadap kesehatan. Krisis ekonomi yang berkepanjangan akan berdampak lebih nyata pada masalah kesehatan dan gizi penduduk.


ISSUE STRATEGIS, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Memasuki milenium ketiga, pelayanan kesehatan masih difokuskan pada pelayanan pada orang sakit dan kurang gizi. Rendahnya alokasi yang diberikan untuk pelayanan kesehatan masyarakat memperburuk situasi yang ada. Indonesia masih dihadapi pada rendahnya rasio dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan pelayanan kesehatan, ditambah fasilitas kesehatan (rumah sakit dan puskesmas) yang juga masih jauh dari optimal.

Semenjak terjadi krisis ekonomi 1997, banyak upaya yang dilakukan untuk mempertahankan situasi kesehatan dan gizi masyarakat, terutama pada kelompok rawan. Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) yang mulai dioperasionalkan tahun 1998 melakukan upaya pelayanan kesehatan dasar, kesehatan ibu/safemotherhood dan gizi, terutama untuk penduduk miskin. Upaya yang telah dilakukan antara lain:

1. Mentargetkan dan memberikan pelayanan kesehatan khusus pada keluarga miskin yang membutuhkan. Pemilihan keluarga miskin ini dilakukan menurut indikator yang telah disepakati bersama.
2. Memberikan pelayanan khusus seperti pemberian makanan tambahan pada balita dan ibu hamil kurang gizi.
3. Memberikan pelayanan kebidanan pada ibu hamil dengan memberdayakan bidan di desa
4. Melakukan revitalisasi Posyandu agar pemantauan pertumbuhan pada bayi dan balita tetap dilaksanakan.
5. Melakukan advokasi pada pemerintah daerah setempat untuk selalu mentargetkan dengan alokasi yang memadai untuk lokasi yang berisiko tinggi masalah gizi dan kesehatan.
6. Melakukan promosi untuk peningkatan pendidikan dan peningkatan pelayanan kesehatan dasar.
7. Mengembangkan program jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat.
8. Mengembangkan dan memperkuat sistem monitoring dan evaluasi (surveilans) untuk kepentingan daerah, terutama untuk memperbaiki kebijakan daerah terhadap pelayanan kesehatan dan gizi.

Mempelajari permasalahan yang ada dan upaya yang telah dilakukan, Indonesia mencanangkan Indonesia Sehat 2010, dengan menetapkan issue strategis yang menjadi titik tolak kebijakan intervensi atau program yang diperlukan pada saat ini dan masa yang akan datang. Issue strategisnya adalah sebagai berikut :

1. Kerjasama lintas sektor

Perubahan perilaku masyarakat untuk hidup sehat dan peningkatan mutu lingkungan sangat berpengaruh terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Selain itu, masalah kesehatan dan gizi merupakan masalah nasional yang tidak dapat terlepas dari berbagai kebijakan dari sektor lain. Peningkatan upaya dana manajemen pelayanan kesehatan tidak dapat terlepas dari peran sektor yang membidangi pembiayaan, pemerintahan dan pembangunan daerah, ketenagaan, pendidikan, perdagangan dan social budaya. Dengan demikian kerja sama lintas sektor yang masih belum berhasil pada masa lalu perlu lebih ditingkatkan.

2. Sumber daya manusia kesehatan

Mutu sumber daya manusia kesehatan sangat menentukan keberhasilan upaya dan manajemen kesehatan. Sumber daya manusia kesehatan yang bermutu harus selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berusaha untuk mengusai IPTEK yang mutakhir. Disadari bahwa jumlah sumber daya manusia kesehatan yang mengikuti perkembangan IPTEK dan menerapkan nilai-nilai moral dan etika profesi masih terbatas. Adanya kompetisi dala era pasar bebas sebagai akibat dari globalisasi harus diantisipasi dengan peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya manusia kesehatan. Hal ini diperlukan tidak saja untuk meningkatkan daya saing sektor kesehatan, tetapi juga untuk membantu peningkatan daya saing sektor lain, antara lain pengamanan komoditi bahan makanan dan makanan jadi.
3. Mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan

Dipandang dari segi fisik persebaran sarana pelayanan kesehatan baik Puskesmas, Rumah sakit, maupun sarana kesehatan lainnya termasuk sarana penunjang upaya kesehatan telah dapat dikatakan merata keseluruh wilayah Indonesia. Akan tetapi persebaran fisik tersebut masih belum diikuti sepenuhnya dengan peningkatan mutu pelayanan dan keterjangkauan oleh seluruh lapisan masyarakat. Mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana fisik, jenis tenaga yang tersedia, obat, alat kesehatan dan sarana penunjang lainnya, proses pemberian pelayanan, dan kompensasi yang diterima serta harapan masyarakat pengguna. Faktor-faktor tersebut di atas merupakan prakondisi yang harus dipenuhi untuk peningkatan mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan. Peningkatan pelayanan dilakukan melalui peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya kesehatan. Sedangkan harapan masyarakat pengguna dilakukan melalui peningkatan pendidikan umum, penyuluhan kesehatan, serta komunikasi yang baik antara pemberi pelayanan kesehatan dan masyarakat.

4. Prioritas, sumber daya pembiayaan, dan pemberdayaan masyarakat

Selama ini upaya kesehatan masih kurang mengutamakan atau memprioritaskan masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat. Selain itu permasalahan kesehatan yang diderita oleh masyarakat banyak masih belum diikuti dengan pembiayaan kesehatan yang memadai. Disadari bahwa keterbatasan dana pemerintah dan masyarakat merupakan ancaman yang besar bagi kelangsungan program pemerintah serta ancaman pencapaian derajat kesehatan yang optimal. Diperlukan upaya yang intensif untuk meningkatkan sumber daya pembiayaan dari sektor publik yang diutamakan untuk kegiatan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta pencegahan penyakit. Ketersediaan sumber daya yang terbatas, mengharuskan adanya upaya untuk meningkatkan peran serta sektor swasta khususnya dalam upaya yang bersifat penyembuhan dan pemulihan. Upaya tersebut dilakukan melalui pemberdayaan sektor swasta agar mandiri, peningkatan kemitraan yang setara dan saling menguntungkan antara sektor publik dan swasta sehingga sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal.

Sementara itu, issue strategis bidang gizi, karena berhubungan dengan pangan, keluarga dan anak, maka hal yang berkaitan dengan:

1. Ketahanan pangan tingkat rumah tangga
2. Pengembangan agribisnis
3. Pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan yang berkaitan erat dengan upaya peningkatan daya beli dan akses terhadap pangan.
4. Pola pengasuhan yang tepat dan bermutu untuk anak

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah:

1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
2. Profesionalisme
3. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
4. Desentralisasi

Strategi program gizi mengikuti strategi pembangunan kesehatan dan juga memfokuskan pada:

1. Pemberdayaan keluarga dan masyarakat
2. Pemantapan kelembagaan pangan dan gizi
3. Pemantapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
4. Advokasi dan mobilisasi social
5. Peningkatan mutu dan cakupan pelayanan gizi melalui penerapan paradigma sehat

Berdasarakan strategi tersebut, maka tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan mayarakat yang optimal. Dan kebijaksanan pembangunan kesehatan untuk mewujudkan tujuan tesebut adalah:

1. Pemantapan kerja sama lintas sektoral
2. Peningkatan kemandirian masyarakat dan kemitraan swasta
3. Peningkatan perilaku hidup sehat
4. Peningkatan lingkungan sehat
5. Peningkatan upaya kesehatan
6. Peningkatan sumber daya kesehatan
7. Peningkatan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan
8. Peningkatan IPTEK
9. Peningkatan derajat kesehatan

Sejalan dengan kebijakan pembangunan kesehatan, telah dibuat pula rencana program aksi pangan dan gizi yang juga merupakan penjabaran Propenas, yaitu:

1. Pengembangan kelembagaan pangan dan gizi
2. Pengembangan tenaga pangan dan gizi
3. Peningkatan ketahanan pangan
4. Kewaspadaan pangan dan gizi
5. Pencegahan dan penanggulangan gizi kurang dan gizi lebih
6. Pencegahan dan penanggulangan kurang zat gizi mikro
7. Peningkatan perilaku sadar pangan dan gizi
8. Pelayanan gizi di Institusi
9. Pengembangan mutu dan keamanan pangan
10. Penelitian dan pengembangan


KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Indonesia Sehat 2010 merupakan goal yang akan dicapai. Hal ini tidak mungkin dicapai jika peningkatan kualitas dan akses masyarakat terhadap kesehatan dan gizi tidak menjadi perhatian utama. Alokasi kesehatan yang masih sekitar 3% tentunya tidak berarti untuk mencapai tujuan ini. Goal ini juga mengarahkan kita semua untuk mendukung upaya berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan dan kualitas hidup. Diperlukan penjabaran Propenas dan Propeda kedalam bentuk program aksi yang lebih konkrit. Fokus perhatian diutamakan pada keluarga miskin di wilayah kumuh perkotaan dan pedesaan. Selain itu peningkatan kesehatan dan gizi masyarakat tidak akan terlepas juga dari kontribusi “komprehensif dan pelayanan profesional” yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat secara keseluruhan.

Rekomendasi yang diperlukan tentunya berkaitan dengan:

1) paradigma sehat yang berlandaskan pada visi dan misi pembangunan kesehatan nasional;
2) revitalisasi pada infrastruktur yang berkaitan dengan upaya desentralisasi;
3) alokasi kesehatan dan gizi yang optimal;
4) memperkuat aspek teknologi bidang kesehatan dan gizi;
5) memperkuat aspek pelayanan kesehatan dan gizi secara profesional;
6) mengembangkan JPKM;
7) memperkuat sistem pemantauan dan evaluasi program.

Pada akhirnya kajian terus menerus berkaitan dengan kependudukan sangat diperlukan, terutama pada kelompok sasaran yang menjadi prioritas dalam pembangunan kesehatan dan gizi. Peningkatan derajat kesehatan dan gizi penduduk merupakan investasi yang besar bagi negara.





Tabel 1
Proporsi penduduk menurut kelompok umur
(Hasil sementara SP 2000)
Umur (tahun) Laki-laki Perempuan Total
0-4 9.16 8.59 8.88
5-9 10.56 10.18 10.37
10-14 10.93 10.22 10.58
15-19 10.89 10.17 10.53
20-24 8.71 8.93 8.82
25-29 8.27 9.05 8.66
30-34 7.59 7.96 7.77
35-39 7.39 7.83 7.61
40-44 6.49 6.35 6.42
45-49 5.52 4.99 5.26
50-54 3.97 4.37 4.17
55-59 3.25 3.30 3.28
60-64 2.80 3.09 2.94
65-69 1.92 2.16 2.04
70-74 1.44 1.45 1.45
75+ 1.12 1.35 1.24
0-49 85.51 84.27 84.90
15-49 54.86 55.28 55.07
Sumber: Hasil Sementara SP 2000, BPS

Figure 1
Kecenderungan GNP per capita ($US dollars)
1988-2000

Sumber: World Bank Report, 2000

Figure 2
Persen Penduduk Miskin 1976-1999

Sumber: BPS, 2000

Figure 3
Angka Kematian Bayi (IMR) dan Balita (U5MR)
SDKI 1991, 1994 dan 1997




Sumber: Sumantri, et.al 2000
Figure 4
Keadaan gizi kurang dan gizi buruk pada Balita, Susenas 1989-2000


Sumber: Direktorat Gizi Masyarakat, 2001


Figure 5
Proporsi BBLR dari beberapa sumber: 1990-2000

Sumber: End Decade Goal Report, 2000


Figure 6
Proporsi Wanita Usia Subur (15-49 tahun) dengan LILA <23.5 cm: Susenas 1999-2000

Figure 7
Proporsi Wanita Usia Subur (15-49 tahun) dengan LILA <23.5 cm: Susenas 1999-2000


Sumber: Analisis Susenas 1999 dan 2000 untuk LILA pada Wanita Usia Subur,
Direktorat Gizi Masyarakat, 2001.
"penelitian ini dilakukan oleh seorang pakar gizi"

Senin, 19 Oktober 2009

Melodi Takbir

Subuh bergemuruh, seakan semesta yang luas ini ingin mengabarkan bahwa kumandang takbir telah bersahut-sahutan seumpama sebuah melodi dengan syair – syair dahsyat. Allahu Akbar..Allahu Akbar…Allahu Akbar….Alla…..hu akbar……

Takbir itu memantul dari satu kuping ke kuping lain seolah –olah terus dan terus melukiskan bahwa tidak ada yang dapat mengalahkan kebesaranNya, Allah Yang Maha Besar..Allah Yang Maha Besar….

Sudah waktunya, aku harus bangkit dari tempatku, mengambil air wudhu dan menghadap kepadaNya dengan segenap jiwa dan raga. Tak pernah ada rasa bosan mendengar gemuruh takbir di setiap waktu shalat. Takbir seperti sebuah senandung mahligai yang menjulang tinggi, menusuk ke hati, merayap di relung-relung jiwa, membuat kepala memanas hingga dapat meneteskan air mata. Sayang, tak banyak orang yang ingin menghayati ataupun mendengar takbir yang dahsyat itu, kebanyakan teman-temanku lebih suka mendengar Ariel “peterpan” angkat suara mendendangkan lagu – lagunya yang dapat melenakan berjuta remaja di negeriku atau mendengar Gita Gutawa, dengan suara khasnya yang melengking. Dahulu kala saat aku masih terlena dengan tarian - tarian duniawi dengan globalisasinya yang memacu kami para remaja untuk mengejar mode kebarat-baratan, aku hanya menyambut takbir dengan wajah riang sumringah saat lebaran Idul Fitri dan Idul Adha, selebihnya biasa saja bahkan terkadang malas rasanya mendengar takbir tatkala waktu shalat tiba. Namun, Alhamdulillah, ketika aku telah menapaki dinding – dinding pintu untuk mengetuk hidayahNya berusaha menjemputnya dan menggenggamnya erat – erat, takbir menurutku senandung yang bisa membangkitkan sesuatu dalam diriku, entah itu apa.

Saat aku menapaki jalan yang dikehendakiNya, aku sering menangkap melodi Takbir yang aduhai..melodi ini bukanlah lagu tetapi senandung yang merangkap dahsyatnya. Beberapa hari yang lalu, saat kakak – kakak yang membimbingku meneguk ilmu Allah seruput demi seruput mengajakku ke sebuah acara, Tablig Akbar, acara yang besar mengundang ratusan masyarakat dan aku bergerak selaku panitia. Disana kurasakan tubuhku merinding hebat, tak pernah kudapati tubuhku sedemikian rupa, takbir bergema terus dan terus bergema melengking, menyobek dinding – dinding hatiku yang berusaha menghalangiku menuju jalanNya. Glek - glek, aku menelan ludah berkali – kali karena akupun tak ingin ketinggalan melantunkan takbir. Nasehat kepada ummat menjadi ajang senandung takbir, hal ini biasanya tercipta dalam bentuk formal. Salah satunya acara yang telah kusebutkan tadi, adapula dialog muslimah, dialog islam terkini, diskusi public, talk show untuk para remaja, halal bi halal, dan banyak lagi. Di setiap acara yang diadakan, selalu ada takbir yang menghiasi dinding – dinding ruang acara. Bergemuruh deras memecah kesunyian, berusaha meraih indahnya semangat perjuangan. Perjuangan yang tidak akan pernah berhenti bahkan hingga tegaknya Daulah Khilafah Islamiyyah, solusi di atas solusi.

Melodi takbir yang paling dahsyat kutemukan dalam sebuah kegiatan yang serangkaiannya memang meneriakkan takbir yakni nasehat kepada para penguasa, diadakan dalam sebuah rangkaian acara mashiroh atau long march atau kalau bingung dengan dua kata itu maka sebut saja aksi damai, kalau masyarakat awam mengatakannya demo padahal beda lho, kalau dalam pandangan kita demo khan identik dengan kekerasan dan mengganggu kenyamanan sedangkan aksi damai ini sama sekali tidak mengganggu kenyamanan apalagi melakukan kekerasan. Acara ini diadakan dengan sangat tertib. Awal - awal aku mengikuti acara ini, tubuhku bergetar dan tak henti kepalaku memanas untuk kemudian menumpahkan kristal – kristal di pelupuk mataku. Bagaimana tidak? Aku melihat segerombolan orang yang berbaris dan berjalan tanpa henti-hentinya meneriakkan takbir. Ibu dan anaknya, sesekali ibu tersebut menggendong anaknya sambil berjalan, kakak dan adiknya, kebanyakan dari mereka teman dan temannya. Itu pada bagian akhwat entah ikhwan karena aku berada pada barisan akhwat, bibirku sampai gemetaran menggigil tanpa bisa kukendalikan sangking kuatnya takbir yang menggema di atap langit kota Makassar saat itu. Ah.. terlalu kuno jika engkau mengatakan nyanyian – nyanyian duniawi adalah senandung yang paling indah untuk didengarkan, sangat klasik bahkan sangat kuno atau mungkin saya berani mengatakan sangat ketinggalan dan tidak mempunyai arti. Cobalah untuk merasakan gemuruh takbir berkibar di relung – relung jiwamu, cool…..keren sekali….kalian akan merasakan sesuatu yang tidak pernah kalian rasakan sebelumnya, sebuah semangat pembangkit diri.

Takbir……..kembali perawan meneriakkan di barisan akhwat terpantul – pantul hingga ke ujung barisan diikuti oleh masyarakat sekitar yang mendengar gelegarnya. Tak ketinggalan suara ikhwan menggema hingga akhwatpun menirukan dan mengikuti lengkingan takbir tersebut. Biasanya long march diadakan ketika ada hal yang penting untuk disampaikan kepada para penguasa begitupula masyarakat sekitar. Hal penting yang kerap kali dianggap tidak penting atau bahkan dicueki oleh para penguasa bahkan rakyat padahal itu adalah hal yang amat penting untuk yang merasa beragama islam. Yang paling besar adalah long march memperingati 1 Muharram 1430H menuju tegaknya daulah khilafah islamiyyah dan pembelaan terhadap masyarakat palestina yang dibantai oleh zionis Israel. Lengkingan – lengkingan takbir tak henti membagi gemuruh untuk mengingatkan kebesaranNya, mengingatkan manusia ketika manusia hendak sombong berjalan di muka bumi ini.

Bendera – bendera islam bertuliskan “ laa ilaha ilallah muhammadarrasulullah” mengantar kepergian kami untuk melaksanakan mashiroh tersebut. Long march kali ini diadakan secara universal di 32 propinsi seantero bumi pertiwi ini. Aku bisa merasakan gemuruh takbir yang memantul dari satu kota ke kota yang lain. Begitu kuat, begitu dahsyat dan kembali mengingatkan kaum muslim di seluruh dunia bahwa kita adalah satu tubuh, kita memiliki kewajiban yang pantas dan kita adalah mahluk yang tidak diciptakan begitu saja melainkan dengan tugas – tugas yang nyata, maka mengapakah sebagian dari kita mengacuhkan tugas – tugas yang nyata itu bahkan hingga saudara kita terbunuh dengan sadis oleh tangan – tangan Amerika dan Israel sekutunya. Terkadang hati ini juga pilu sebab di atap keluarga yang kuhuni hanya aku seorang yang tampak siap berjuang di jalanNya meski aku sedang berusaha untuk mengajak yang lainnya.

Satu yang pasti melodi takbir akan terus menggelegar layaknya guntur yang membuat manusia – manusia gemetar. Dan hal itu tidak akan pernah berhenti meski orang – orang kafir menginginkannya.Takbir….. Allahu Akbar…..

Korban Kebobrokan Sistem

Aku masih terdiam di Mushalla Aididdin, ada jadwal pengajian sekaligus diskusi pendidikan hari ini pukul 10 pagi, tetapi sepuluh menit berlalu, Kak Atiqa selaku pembina dan kawan-kawan kelompok pengajian tak muncul batang hidungnya. Aku memilih untuk menunggu lagi, target akhir menungguku adalah sekitar lima menit ke depan. Tepat di sisi pojok kanan mushalla, Kak Ifa dan kelompok pengajiannya sedang membuka majelis ilmu, mereka tampak serius membicarakan kebobrokan sistem sekarang, akupun tanpa basa-basi menyimak diskusi mereka. Keasyikan mengarungi pembicaraan mereka, aku sampai lupa pada target waktu menungguku, segera kuhubungi kak Atiqah meminta penjelasan.

Telepon kak Atiqah sama sekali sulit untuk dihubungi, tut..tut ( tanda sibuk ) atau berada di luar service area, aku jadi tidak sadar mengumpat, seketika itu juga istigfarku mengikuti dan berusaha menghapus umpatanku.

“ Halo Assalamu’alaikum…,” sahut Kak Atiqah di seberang, Alhamdulillah.

“ Wa’alaikum salam kak…..” kataku dengan nada riang.

“ kenapa dek?”

Aku jadi bingung kok malah bertanya? waduh jangan-jangan kakak lupa, tapi kok kompakan banget sama teman pengajian yang lain.

“ Lho ka’, bukannya hari ini kita pengajian sekaligus diskusi pendidikan?”

“ Oh…ad’ tidak terima smsku yach? begini dek, Rini ke Soppeng, Ulwi di Rumah Sakit dan Afra sudah punya janji sama adik-adiknya ada kegiatan mendadak katanya, jadi pengajian sekaligus diskusi pendidikan kita batal, afwan yach dek ” jelas kak Atiqa lembut.

“ Hm…kak bisa tidak saya dan kak Mariani pengajian hari ini di rumahnya kak Tsabita soalnya saya takut hari-hari lain orang tua tidak mengizinkan,” balasku memelas, tampak sekali aku adalah hamba Allah yang haus ilmu, haussss sekali. Kak Atiqa sangat senang mendengar penuturanku, do’a terus mengalir dari bibirnya, tak lupa dia mengingatkan aku agar menjemput kak Mariani dulu sebelum ke rumah kak Tasbita, aku iyakan sekalian salam untuk mengakhiri pembicaraan kami, kak Atiqah menjawab salamku.

Tanpa menunggu dikomando segera ku-on dan kustater teman baikku, Vega Biru, berjalan menyusuri jembatan kembar menuju Mangalli, daerah tempat tinggal Kak Mariani. Sambil mengendarai teman baikku, aku menyanyikan lagu kesukaanku “ Laizzata ila bi islam “.

Tak lama teman baikku yang akrab kusapa VeBu ( Vega Biru ) telah terparkir di sisi kiri rumah kak Mariani. Rumahnya tampak sederhana, bersih, dan nyaman, ada sumur di sampingnya dan ada dua kursi kecil di terasnya, lega rasanya jika berada di rumah tersebut.

“Assalamu’alaikum,” sahutku pada seorang wanita yang sedang sibuk menjemur pakaian, pasti ibunya kak Mariani, gumamku.

“ Wa’alaikum salam,” jawabnya lantang sambil memperbaiki letak sarungnya.

“ Kak Mariani ada bu..?,” tanyaku sopan.

“ Oh…pengajian yach, tadi Mariani menunggu kabar pengajian, tapi karena kabar tak kunjung datang, dia lalu pergi dengan adiknya ke pengantin di desa sebelah, ayo masuk dulu ” ceplos ibunya sambil mempersilahkan aku untuk masuk.

Aku berniat menunggu karena ibunya mengatakan pasti tak lama lagi kak Mariani datang soalnya perginya sudah cukup lama. Aku menunggu di teras dan duduk di sebuah kursi kecil. Sementara gerimis terus mewarnai daerah Mangalli, untung tidak gerimis di jalan, gumamku. Sembari menunggu kedatangan kak Mariani, ibu yang kelihatan tidak sehat tersebut dengan ramah mengajakku ngobrol, beliau ngobrol tentang keadaan keluarganya.

“ Bapak Mariani sakit beberapa hari ini, nafasnya selalu tersengal-sengal sehingga dia tidak kerja sementara waktu, tetapi anakku yang cerewet, Imma, adiknya Mariani, protes pengen makan ikan, karena kasihan, bapak memaksakan dirinya untuk kerja pagi ini, ke pasar mencari ikan,” jelasnya panjang. Aku hanya tersenyum iba sembari memandang lekat kepada ibu yang kira-kira berusia empat puluh tahun keatas tersebut, yang kupandangi berbalik memandangku, karena tak kuat dengan pandangannya yang sayu kuberalih memandang sepatu hitamku. Teringat aku akan keadaan di rumah, tak jarang ikan selalu lebih. Kalau sudah begitu yah…ikannya dipindahkan ke tempat sampah, baru-baru ini saja dua ikan yang masih utuh berpindah ke tempat sampah, gatal katanya kalau disimpan terlalu lama. Orang-orang di rumah, kalau makanan sudah tinggal lebih dari satu hari, akan diacuhkan. Aku miris sendiri melihat fakta di depanku, betapa banyak orang yang tidak bisa makan makanan yang layak, tetapi di sisi lain banyak pula orang yang seakan tidak menyadari sekelilingnya, hingga boros dan membuang makanan yang masih layak makan. Zaman sekarang memang sangat miris, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Para pejabat dengan entengnya membuang-buang makanan sedangkan rakyatnya ada yang bahkan belum makan sesuap nasipun. Hampir - hampir butiran kristal di pelupuk mataku melompat keluar tapi segera kutahan, aku tak mau menangis di depan orang, malu.

“Anakku Mariani seperti laki-laki, selama bapaknya sakit dia yang bekerja setiap hari tanpa henti, saya sendiri juga sudah tidak mampu. Berjalan jauh saja tidak mampu, hanya Mariani tulang punggung kami,” tambahnya lagi membuyarkan renunganku.

Kembali aku tersenyum seakan menjawab penjelasannya. Aku lebih memilih menjadi pendengar setia, sesekali aku mengangguk tanda mengerti akan cerita beliau.

“ Dulu, kami punya anak laki-laki, kakaknya Mariani, tetapi dia ditikam….,” sahutnya serak, matanya merah, beliau menangis, aku hanya terdiam sambil kembali memandangnya lekat sedangkan beliau mengarahkan pandangannya ke depan.

“ Waktu dia menonton di desa sebelah, dia ditikam oleh pemuda tak dikenal, sampai sekarang pemuda tak dikenal itu tak ditemukan,” tambahnya lagi sambil terus menghapus deras air matanya dengan sarungnya.

“ Apa… polisi tidak menangani bu…?” tanyaku hati-hati, tak ingin aku menambah goresan kenangan kepedihan dihatinya, maka aku bicara seperlunya itupun dengan nada hati-hati.

“ Waktu mayatnya sampai ke rumah diikuti oleh beberapa polisi, seketika itu juga polisi mengatakan agar memberikannya uang jika ingin pelakunya ditemukan, jelas saja kami tidak memberinya, waktu itu kami tidak punya uang. Entahlah itu polisi apa, kami sudah sedih anak kami terbunuh, dia malah menambah beban kami, kami waktu itu hanya pasrah, mungkin sekarang pelakunya enak-enak bebas sementara kami kehilangan anak kami,” serak yang semakin mendalam seakan mengumpat petugas keamanan itu membuat mata ibu di depanku merah geram bercampur sedih, aku semakin tak kuat melihatnya.

“ sabar bu..,” sahutku pelan, pikiranku kembali mengembara entah kemana seperti hendak mencari sesuatu yang hilang, akupun tak tahu harus berbuat apa, yang kutahu saat itu aku menahan sesak di dadaku yang semakin membuncah.

“ Kalau ingat anakku itu, saya selalu saja menangis, bahkan anakku yang cerewet selalu mengatakan, ah ibu menangis lagi…,kenapa menangis bu….?. Saya selalu menjawab tidak apa-apa nak. Anakku yang meninggal itu sangat baik dek, setiap pulang kerja, saya selalu dicarinya, saya ingat dia selalu mengatakan Ibu nih saya dapat lagi..ibu bisa membeli beras dengan uang ini. Hu…hu…,” jelasnya sambil terus terisak, aku sendiri terpekur menahan sesak dan air mata yang selalu meminta dikeluarkan, aku hanya bisa terus merunduk menatap buku catatan kecil dihadapanku. Tadinya aku hanya ingin menulis pesan untuk kak Mariani karena telah lama menunggu, namun kini aku lebih memilih untuk mendengarkan kisah yang sangat mengharukan dari seorang wanita di hadapanku. Kisah yang semakin menyadarkan kita akan kebobrokan sistem kapitalisme.

Tak lama kami berdua larut dalam kesedihan masing-masing, beliau sedih mengingat anaknya dan aku sendiri sedih akan semakin banyaknya korban dari sistem sekarang, korban sistem yang menilai segalanya dengan materi, bahkan ketika nyawa terenggutpun masih ada saja orang yang tidak berperikemanusiaan memanfaatkan hal tersebut untuk mencari keuntungan. Kami merayap dalam keheningan masing-masing, ibu di hadapanku nampaknya telah berhenti terisak meski matanya masih basah, bersamaan dengan itu seorang laki-laki memakai baju kaos dan celana pendek dengan topi yang menutupi ubannya, mengayuh lemah sepedanya menuju ke arah kami, nampaknya ia sangat lelah menantang gerimis saat itu. Umurnya sudah sangat tua, namun senyumnya tetap merekah, bapaknya kak Mariani.

“ Ini lho temannya Mariani, dimana tempat pengantinnya pak, kenapa Mariani lama pulangnya?” tanya ibunya kak Mariani sambil beranjak memperbaiki jemurannya.

“ Dekat dari sini, tidak lama dia pasti pulang,” jawab beliau sambil menyandarkan sepedanya di sisi rumah dekat sumur. Dia memandang kearahku. Aku berdiri dan sedikit merunduk tanda hormatku kepadanya, beliaupun duduk di tempat aku duduk tadi.

“ Duduk…,” perintahnya sambil tersenyum, nampak wajahnya yang kelelahan, nafasnya tersengal-sengal. Akupun duduk di tempat ibunya kak Mariani duduk tadi. Sedang ibu kak Mariani sibuk mengolah ikan yang dibawa oleh suaminya.

“ Sudah lama ?” tanyanya sambil menghapus sisa-sisa gerimis di wajahnya.

“ Baru pak…,” jawabku sambil tersenyum. Keheninganpun menyapa kembali, sembari menunggu kak Mariani, iseng kumenulis puisi di buku catatan kecil yang kupegang sedari tadi, sebuah puisi bahasa hati.

Samar kupandang

Setiap tetes keringatnya

Untuk sesuap nasi demi keluarganya

Terengah-engah mengayuh roda dua tak bermesin

Memaksakan diri di akhir umur

Kembali zaman kapitalisme mengirimkan kebobrokannya

Kembali zaman sekularisme membagi derita tanpa ampun

Hanyalah harapan yang melambai

Agar Pejuang Islam kokoh

Terus berjuang

Demi tegaknya Daulah Khilafah Islamiyah

Mengakhiri derita yang mendarah daging

Mewarnai indahnya pagi berhiaskan takbir

Berhiaskan senyum

“ Apa nda sebaiknya bapak memanggil Mariani pulang…,” saran ibu kak Mariani sambil terus mengolah ikan di hadapannya.

Wajah bapak kak Mariani berkerut.

“ Yah…saya ini sudah tidak seperti dulu…. walau jaraknya dekat nafasku seperti susah diatur..,” sahutnya sambil memandang ke arahku seraya tersenyum.

“ Nda papa pak, saya menunggu saja…,” kataku sambil menjawab senyumnya. Walau waktu semakin menghunus, aku berpikir semua bisa diatur belakangan. Bapak kak Mariani tampak selalu menengok ke depan, berharap kak Mariani cepat datang, mungkin beliau juga tidak enak karena aku sudah menunggu lama.

“ Itu mereka datang…..,” sahut bapak kak Mariani. Aku tersenyum.

Tampak dari kejauhan sesosok tegar memegangi payung besar dengan dua orang anak kecil mendampinginya mendekat, kak Mariani dan kedua adiknya. Kak Mariani tersentak dan tersenyum kepadaku, nampaknya ia terkejut aku datang.

“ Aku kira..kita tidak ngaji…,” kata kak Mariani sambil menatapku dengan mata sendunya.

“ Ngaji kak, di rumahnya kak Tsabita,” jawabku sembari tersenyum.

Dia tersenyum dan beranjak hendak bersiap-siap, seketika itu aku memandangi gadis kecil memakai jilbab ungu dan kerudung hijau sedang berusaha membuka sesuatu di dalam tasnya, dia tampak kesal ketika seorang anak laki-laki ingin merebut tasnya.

“ Biar bapak dulu yang matan tuenya biar nanti setelah bapak baru tata,” cuap cadelnya sambil menawarkan ke arah ayahnya. Lekat kupandang ayah kak Mariani menyungging senyum sambil bertanya, Apa ini?

Setelah bersiap, kak Marianipun pamit, aku juga pamit sambil mencium kedua tangan orang tua kak Mariani dengan takzim. Kepergian kami diiringi oleh cuap cadel Imma, agaknya dia terus bertanya, mau kemana kak Mariani? Aku tersenyum saja, sungguh anak kecil itu menggemaskan. Tak lama deruan teman baikku mengantarkan kami berdua menuju rumah kak Tsabita, di perjalanan aku merenungi segalanya. Merenungi betapa beruntungnya aku hidup berkecukupan, merenungi betapa tegarnya kak Mariani menghadapi ini semua dan terus merenungi betapa bobroknya sistem sekarang, kak Mariani dan sederet fakta lainnya adalah bukti nyata kebobrokannya. Air mata yang tertahankan tadi kini membuncah, tersembunyi dibalik helmku, aku berusaha menyembunyikannya.

Ya Allah istiqomahkanlah kami untuk terus berjuang di jalanMu, agar Daulah Khilafah Islamiyyah sebagai janjimu yang pasti, segera tegak, kuatkanlah kak Mariani dan sederet tokoh lainnya yang memiliki beban hidup yang sulit. Hanyalah pertolonganMu ya Allah…hanyalah pertolonganMu….Do’aku dalam hati ditemani cucuran air mataku yang semakin deras.

Dia Yang Kurindu


Dia yang kurindu
Bola mata itu
begitu sendu, cerah dan tegar
memancarkan bias-bias cinta dan kasih sayang
memandangnya menyejukkan hati
seolah tegas melindungi

Dia yang kurindu
Tangan itu
wangi syahidah di padang permai
mengepulkan bakul nasi
mencuci noda pembalut diri
menjamah debu di tempat berlindung
membelai mesra kami
menengadah memohon kepadaNya tanpa henti

Dia yang kurindu
Bibir itu
Bibir dzikir merona
Menasehati, mengajari, meminta maaf,
berceloteh renyah, bertakbir, bertahmid, bertahlil
berdo’a dan tilawah penyegar hari

Dia yang kurindu
berkelebat-kelebat di tiap hariku
kuigaukan setiap malam
kusebut dalam setiap do’aku

Meski..
Aku harus membuka mata
sosokmu tak seperti yang kurindu

Namun,
engkau tetap matahariku
pahlawanku dan pohonku

Takkan kulupakan pengorbananmu
memikul kami selama sembilan bulan
menantang badai kematian di detik-detik kelahiran
mencurahkan materi arti kepedulian
menanti kami harap-harap cemas saat kami terlambat ke pangkuanmu
serta membela kami saat kami tersudut
Tak berdaya mahluk ini membalas jasamu
Syukron ummi..

Harapanku ummi,
Segeralah menatap hati dan hari
Menyadari kecilnya dunia
Mendekat kepadaNya yang Maha Pengampun
Bersenandung bersama kami
Menikmati milikNya
berhiaskan takbir, tahmid, dan tahlil

Segeralah ummi..
Gemuruh rindu akan sosok ummi yang mulia
tak tertahankan lagi
Segeralah ummi..
Saat engkau telah menjadi mujahidah yang kurindu
aku ingin berterima kasih lagi lebih dalam



Created by : Yusmaindah Jayadi (Asiyah)